Konsumsi Garam Masyarakat Indonesia Berlebihan

Garam atau unsur natrium merupakan salah satu bahan pangan yang harus dikurangi seseorang jika ingin terhindar dari hipertensi (darah tinggi). Kendati masyarakat paham akan hal itu, konsumsi garam di masyarakat Indonesia masih terbilang tinggi. Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Ina SH) mencatat, konsumsi garam rata-rata orang Indonesia tiga kali lebih besar dari anjuran badan kesehatan dunia (WHO) yang maksimal 5 gram atau satu sendok teh seharian.

“Konsumsi garam rata-rata masyarakat Indonesia sebesar 15 gram per hari. Itulah salah satu sebab angka penderita hipertensi di Indonesia terus meningkat setiap tahun,” kata Prof Dr Jose Roesma SpPD KGH, guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yang juga Dewan Penasihat Ina SH dalam pertemuan ilmiah nasional tentang hipertensi, di Jakarta, belum lama ini.

Ia menyebutkan, angka prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan riskesdas (riset kesehatan dasar) 2007 mencapai 30 persen dari populasi. Dari jumlah itu, 60 persen penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. “Sementara di dunia Barat, hipertensi justru banyak menimbulkan gagal ginjal,” ujarnya.

Prof Jose menjelaskan bahaya garam bagi kesehatan pembuluh darah. Garam, khususnya ion natrium, yang masuk ke tubuh akan langsung diserap ke dalam pembuluh darah, sehingga konsentrasi ion natrium dalam darah akan meningkat. Ion natrium itu mempunyai sifat retensi air (menahan air), sehingga menyebabkan volume darah menjadi naik dan hal itu secara otomatis menyebabkan tekanan darah menjadi naik.

“Anda bisa bayangkan, pembuluh darah itu seperti balon yang terus diisi dengan angin, maka tekanan dalam balon akan makin besar dan akhirnya balon tersebut pecah,” tuturnya.

Sulit Dikontrol

Menurut Prof Jose, konsumsi garam menjadi sulit dikontrol, terutama jika kita terbiasa mengonsumsi makanan di luar rumah (warung, restoran, hotel, dan lain-lain). Apalagi jika indra perasa kita sejak kanak-kanak telah dibiasakan memiliki ambang batas yang tinggi terhadap rasa asin, sehingga sulit untuk menerima makanan yang agak tawar.

Sumber natrium yang juga perlu diwaspadai adalah yang berasal dari penyedap masakan (MSG). Budaya penggunaan MSG sudah sampai pada taraf yang sangat mengkhawatirkan. Hampir semua ibu rumah tangga, penjual makanan, dan penyedia jasa katering selalu menggunakannya.

“Penggunaan MSG di Indonesia sudah begitu bebasnya, sehingga penjual bakso, bubur ayam, soto, dan lain-lain, dengan seenaknya menambahkannya ke dalam mangkuk tanpa takaran yang jelas,” ujarnya.

Untuk itu, menurut Prof Jose, penting masyarakat mengkonsumi kalium (potasium) yang merupakan ion utama di dalam cairan intraseluler. Cara kerja kalium adalah kebalikan dari natrium. Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah.

“Sumber kalium yang baik adalah buah-buahan, seperti pisang, jeruk, dan lain-lain yang harus dikonsumsi secara alami,” katanya.

Hal senada dikemukakan dr Suhardjono, SpPD, KGH, Ketua Ilmiah Ina SH. Penyakit hipertensi digolongkan sebagai the silent disease karena umumnya penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Penyakit ini dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur dan kelompok sosial-ekonomi.

“Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah normalnya 120/80 mmHg,” ujarnya.

Dijelaskan, sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi (saat jantung mengerut). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong).

Menurut dr Suhardjono, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi, misalnya faktor usia, stres, keturunan, ginjal yang tidak berfungsi, pemakaian kontrasepsi oral, dan terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan darah.

Faktor Pemicu

“Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas yang tidak dapat dikontrol (seperti keturunan, jenis kelamin, dan umur) dan yang dapat dikontrol (seperti kegemukan, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam).

Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup. Selain juga penting mengendalikan stres yang bisa memicu kenaikan tekanan darah.

“Kegemukan atau obesitas juga meningkatkan risiko terkena serangan hipertensi. Karena itu, jaga berat badan seimbang. Sebaiknya disertai berolahraga secara rutin dan menjaga asupan makanan bergizi seimbang,” ujarnya menambahkan.

Pengaturan menu bagi penderita hipertensi dapat dilakukan dengan empat cara. Cara pertama adalah diet rendah garam, yang terdiri dari diet ringan (konsumsi garam 3,75-7,5 gram per hari), menengah (1,25-3,75 gram per hari), dan berat (kurang dari 1,25 gram per hari).

Cara kedua, diet rendah kolesterol dan lemak terbatas. Cara ketiga, diet tinggi serat. Dan keempat, diet rendah energi (bagi yang kegemukan).

Gejala-gejala hipertensi antara lain pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, dan lain-lain. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal, perdarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta kelumpuhan.

“Deteksi dini bagi mereka yang belum teridentifikasi dan kepatuhan minum obat bagi yang sudah terkena hipertensi adalah kunci pengendalian hipertensi,” ucap dr Suhardjono menandaskan. (Tri Wahyuni)
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=221928

Leave a comment